JAKARTA, WOL – Ketua Komite II DPD RI, Parlindungan Purba, SH MM meminta agar Peraturan Menteri Perdagaan (Permendag) No.35/M-DAG/PER/11/2011 tentang larangan ekspor rotan dihapus. Menurutnya kebijakan tersebut telah memberi dampak kerugian bagi para petani rotan.
Para petani rotan ini kesulitan dalam menjual rotannya karena pasar dalam negeri hanya menerima jenis rotan dan ukuran berdiameter tertentu sehingga pasokan bahan baku rotan bagi industri mebel dan kerajinan terbatas juga.
“Akibat dari tidak terserapnya bahan baku rotan di pasar domestik banyak para petani dan pengepul rotan di Sumut yang kebingungan mencari nafkah karena sumber mata pencaharian mereka hanya dari rotan. Untuk itu kami meminta Pemerintah untuk menghapus Permendag No.35/M-DAG/PER/11/2011 tentang larangan ekspor rotan,†kata Parlindungan Purba dalam kunjungan kerjanya ke Kementerian Perdagangan Republik Indonesia di Jakarta, belum lama ini.
Dalam kunjungan kerjanya, Parlindungan Purba diterima oleh Plt Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri (Ditjen Daglu), Karyanto Suprih. Kunjungan anggota DPD RI asal Sumut ke Kementerian Perdagangan ini merupakan tindak lanjut aspirasi permintaan dari Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (ASMINDO) Komda Sumut dan DPP Asosiasi Pengusaha Rotan Indonesia (APRI).
Menurut hasil kunjungan kerja advokasi Komite II DPD RI ke Makassar Sulawesi Selatan sebelumnya yang dihadiri oleh petani dan pengrajin rotan dari Kalimantan dan Sulawesi, semenjak diberlakukannya SK Permendag No.35/M-DAG/PER/11/2011 telah menyebabkan industri rotan tidak berkembang, dari ratusan perusahaan industri antara di daerah tahun 2010, kini tersisa hanya 18 perusahaan yang masih berproduksi.
Kapasitas produksi juga menurun dari 62.400 ton menjadi 21.000 ton atau turun 66,35 %, hal ini terjadi akibat pembatasan ekspor dan terbatasnya jenis rotan yang diserap untuk pasar dalam negeri. Akibat kebijakan larangan ekspor rotan ini sedikitnya 100.000 pengusaha pengrajin dan petani rotan di Indonesia yang terkena imbasnya.
“Kita akan terus perjuangkan aspirasi para pengusaha, pengrajin dan petani rotan ini sampai peraturan itu dihapus,†ujar Senator asal Sumut ini. Menurutnya jumlah industri pengolahan rotan setengah jadi di Sumut yang sebelum Permendag berjumlah 5 perusahaan sekarang hanya tersisa 2 perusahaan. Kemudian jumlah industri mebel rotan yang sebelumnya berjumlah 12 perusahaan sekarang hanya tersisa 4 perusahaan.
Menurutnya hal yang sama juga terjadi di daerah lainnya. “Kalau tidak segera diperhatikan Pemerintah lama-lama industri pengolahan kerajinan dan petani rotan kita bisa gulung tikar semua,†tambahnya. Menurutnya Pemerintah harus hadir di tengah-tengah kesulitan masyarakat.
Sementara itu, Plt Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri (Ditjen Daglu) Kementerian Perdagangan, Karyanto Suprih mengatakan bahwa dirinya akan mempelajari dan akan mengadakan rapat secepatnya dengan Pemerintah dan para stake holder lain di luar pemerintahan mengenai usulan tersebut.
“Ya nanti akan kita pelajari dan adakan rapat secepatnya dengan Pemerintah dan para stakeholder lain di luar pemerintahan terkait mengenai usulan ini,” pungkasnya.
Menurutnya usulan mengenai Permendag tentang larangan ekspor rotan bukan dari Kementerian Perdagangan melainkan dari Kementerian lain. Dan apabila dianggap menyangkut kepentingan orang banyak dan daya ekspor Indonesia tidak tertutup kemungkinan peraturan ini akan diubah. (wol/ags/kdf)
Discussion about this post