DEN HAAG, WOL – PPI Belanda bekerja sama dengan PPI (Perhimpunan Pelajar Indonesia) Delft menyelenggarakan kegiatan Lingkar Inspirasi bertema “Tol Laut: From Conceptual Idea to Practical Implementation” untuk membedah secara lebih mendalam konsep Tol Laut yang merupakan program unggulan pemerintahan Jokowi.
Hadir sebagai pembicara pelajar Indonesia yang sedang melakukan studi di Belanda. Mereka adalah Hafida Fahmiasari, mahasiswa Master Transportation, Infrasructure, and Logistic di TU Delft dan Lucky Supriatna, mahasiswa Master Coastal Engineering and Port Development di UNESCO-IHE Institute for Water Education.
Hafida mengungkapkan bahwa tol laut sebenarnya bukan merupakan barang baru.
“Konsep ini merupakan adaptasi dari konsep Pendulum Nusantara yang sejak 2012 sudah digagas oleh Dirut Pelindo II, RJ Lino,” ungkap Hafida.
Ia menuturkan bahwa latar belakang konsep tol laut adalah karena adanya lingkaran setan logistik di Indonesia. Di satu sisi pengembangan industri masih terpusat di Jawa dan di sisi lain ongkos transportasi logistik antara Barat dan Timur amat mahal.
Dengan demikian, disparitas antara Indonesia Timur dan Barat semakin besar dan Indonesia Timur semakin tertinggal. “Maka muncullah konsep tol laut yang bertujuan untuk memotong ongkos produksi logistik dan memperkecil kesenjangan pembangunan di Indonesia Barat dan Timur,” sambung Hafida.
Menurut dia, dari hasil studi menunjukan bahwa konsep tol laut dapat meningkatkan efisiensi sebesar 45 persen dibandingkan dengan jalur transportasi laut yang ada sebelumnya.
Hafida berkesimpulan, bahwa tol laut bukanlah solusi tunggal bagi pemerataan pembangunan di Indonesia.
Pertama, dibutuhkan juga pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus di daerah Indonesia Timur untuk memastikan kapal-kapal yang berangkat dari Timur ke Barat melalui jaringan tol laut tidak membawa muatan kosong karena tidak adanya industri di sana. Kedua, Hafida juga menekankan pentingnya penguatan koneksi jaringan antara pelabuhan dengan area industri untuk menjamin agar ongkos logistik tidak mahal dan jaringan laut menjadi pilihan bagi kalangan industri.
Sedangkan Lucky Supriatna yang juga bekerja di PT. Pelabuhan Indonesia II menekankan pentingnya pembangunan soft infrastructure dalam mendukung konsep tol laut.
Lucky mengungkapkan pentingnya kerja sama dari semua stakeholder agar memiliki visi yang sama akan tol laut ini. “Tol laut bukan hanya tanggung jawab Pelindo sebagai operator pelabuhan,” ujarnya.
Sekjen PPI Belanda Ali Abdillah mengatakan bahwa konsep tol laut adalah konsep yang sesuai dengan filosofi Indonesia sebagai Negara kepulauan, memandang laut bukan sebagai pemisah tetapi penghubung satu nusantara.
“Tol Laut menjadi salah satu instrumen penting untuk mewujudkan mimpi Indonesia sebagai poros maritim dunia,” papar Ali.
Yang disayangkan oleh Ali adalah komitmen implementasinya. Proyek besar-besaran ini perlu melibatkan banyak pihak mengingat kebutuhan dana yang tidak sedikit. Berdasarkan RPJMN 2015 – 2019, untuk membangun 24 pelabuhan pendukung infrastruktur tol laut saja dibutuhkan setidaknya anggaran sebesar 66 trilyun rupiah.
Belum lagi biaya pengadaan kapal-kapal baru dan pengembangan infrastruktur lainnya. “Pemerintah perlu komitmen membangun tol laut, jangan setengah-setengah. Ini kok malah ingin membangun kereta api cepat Jakarta-Bandung yang bukan prioritas dan tidak ada kaitannya dengan mimpi besar kita,” ujar Ali.(hls/data2)
Discussion about this post