JAKARTA, WOL – Gabungnya Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Amanat Nasional (PAN), untuk mendukung pemerintah menuai kritik dan sindiran. Mereka dianggap menghancurkan demokrasi hingga rawan menimbulkan korupsi.
Politikus PDIP Effendi Simbolon menyindir gabungnya tiga partai yang tergabung dalam oposisi Koalisi Merah Putih (KMP) mendadak dukung pemerintahan Presiden Jokowi. Menurutnya, ketiga partai itu memakai konsep demokrasi ala melayu sehingga tidak punya idealisme.
“Mungkin demokrasi ala melayu begitu ya. Enggak punya idealisme. Kan beda kalau zaman dulu ada ideologi. Kalau sekarang pragmatisme, transaksional semua,” kata Efendi Senin (8/2).
Anggota Komisi I DPR itu menilai, tanpa adanya partai oposisi justru pemerintahan akan lepas kontrol. Sehingga kebijakan akan cenderung bersifat absolut. Bahkan tidak menutup kemungkinan koalisi gendut dukung pemerintah bisa membuat Jokowi-JK tersandung kasus korupsi.
“Mungkin itu jalan Tuhan untuk cepat ke KPK. Mungkin itu cara lain dari Tuhan. Akhirnya karena merasa berkuasa, tak terkontrol, dan melakukan hal yang semau-maunya,” ujarnya.
KMP sendiri terdiri dari; Partai Golkar, PPP, PAN, Partai Gerindra dan PKS. Awal terbentuk koalisi ini pada zaman Pilpres 2014 lalu. Pembentukannya bahkan dideklarasikan Ketum Partai Golkar Aburizal Bakrie alias Ical, dengan Prabowo Subianto selaku ketua pembina KMP. Dalam pembentukannya, semua partai janji membentuk koalisi yang permanen.
Pembuatan KMP itu, tentu untuk mengkritisi kebijakan pendukung Jokowi-JK yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat (KIH). Koalisi dukung pemerintah itu, terdiri dari PDIP, NasDem, PKB, Hanura dan PKPI.
Meski begitu, belum sampai dua tahun Jokowi pimpin negeri, satu per satu partai oposisi dari KMP justru merapat ke pemerintah. Tiga partai sudah menyatakan kesediaan dukung Jokowi meski mengaku tak keluar dari koalisi oposisi.
Senada dengan Efendi, Ketua DPP Partai Nasional Demokrat (NasDem) Irma Suryani Chaniago juga khawatir pemerintahan Jokowi-JK terjebak di sistem pemerintahan absolut. Dia berharap komposisi partai oposisi dalam bernegara tetap ada.
“Kalau saya, pemerintahan yang absolut, itu pasti koruptif dan diktator. Artinya harus ada oposisi. Oposisi itu jangan dilihat sebagai musuh, tapi lihatlah sebagai kontrol,” kata Irma saat dihubungi merdeka.com.
Tanpa kontrol, lanjut dia, pemerintahan akan minim pengawasan. Dampak yang kemudian muncul, yaitu buruknya eksekusi dan program pemerintah.
“Memang harus ada yang mengontrol, harus ada oposisi itu. Enggak bisa pemerintah ini dibiarkan semuanya ‘yes bos, yes man‘, semuanya setuju enggak bisa juga. Siapa yang jamin pemerintah ini tidak ada oknum yang tidak bagus. Artinya harus tetap ada kontrol,” terangnya.(merdeka/data2)Â
Discussion about this post