JAKARTA, WOL – Sebagai sebuah institusi pemberantasan korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memang selayaknya dikuatkan dan ditata kelola agar memiliki tugas dan fungsi yang lebih baik.
Direktur Eksekutif Institut Proklamasi, Arief Rachman menyebutkan, ada beberapa hal yang menjadi alasan pentingnya revisi UU 30/2002 tentang KPK.
Pertama, menurut dia, sebagai sebuah institusi penegak hukum, KPK harus berlandaskan pada semangat pencegahan.
“Mencegah terjadinya korupsi jauh lebih bernilai di tengah kompleksitas persoalan yang saat ini terjadi terutama pada agenda pemberantasan korupsi,” ujarnya.
Selama ini, ia menilai, berbagai operasi KPK yang dilakukan belum secara signifikan menurunkan derajat korupsi, yang terjadi kemudian justru munculnya keresahan di kalangan pejabat yang takut bekerja karena merasa terintimidasi oleh aksi-aksi petugas antirasuah tersebut.
Kedua, lanjut Arief, semangat memberantas korupsi haruslah diiringi dengan upaya yang seimbang demi menjadi rasa kemanusiaan terhadap pelaku korupsi. Sebagaimana diketahui, KPK sampai sejauh ini tidak memiliki kewenangan untuk menghentikan perkara (SP3) seperti halnya kepolisian dan kejaksaan, sehingga dalam prakteknya masih ada status tersangka yang melekat pada diri seseorang untuk rentang waktu lama.
“Ini sangat bertentangan dengan prinsip dasar kemanusiaan yang juga ingin kita jaga dalam proses penegakan hukum,” tegasnya.
Ketiga, ulas Arief, beberapa waktu lalu, mantan penyidik KPK secara terbuka menyatakan bahwa dalam proses penetapan tersangka mantan Deputi Gubernur BI, Miranda S Goeltom, KPK sejatinya belum memiliki dua alat bukti cukup, namun tetap dipaksakan status tersebut.
Arief pun mewanti-wanti ini bukan persoalan remeh karena secara prinsip, KPK melanggar hukum. Untuk itu, Institusi Proklamasi menilai perlu dibentuknya komisi pengawas yang bekerja melakukan pengawasan terhadap kinerja KPK. Selain sebagai lembaga monitoring, komisi tersebut juga bertugas menjaga KPK terhindar dari upaya yang menyimpang dari tupoksi
“Jangan sampai KPK terjerembab ke dalam abuse of power,” ujarnya.
Keempat, terkait dengan kewenangan melakukan penyadapan. Menurutnya, kewenangan ini harus tetap dimiliki KPK dengan pengaturan yang lebih ketat dan berlandaskan pada hukum serta ketentuan.
“Pada intinya, kami berpandangan bahwa revisi UU KPK harus menjadi agenda prioritas bagi parlemen.Kita tak ingin KPK menjadi alat untuk melakukan praktek balas dendam, menakuti lawan politik apalagi dari sekian kasus yang ditangani KPK, publik juga menilai bahwa dalam kasus-kasus tertentu, KPK masih tebang pilih,” jelas eks aktivis mahasiswa’98 ini.
“Sekali lagi kami berpandangan bahwa tidak boleh ada institusi yang tak terkontrol,” pungkasnya.(rmol/data2)
Discussion about this post