MEDAN, WOL – Majelis hakim menolak permohonan pembantaran serta pengajuan sidang lapangan oleh terdakwa mantan Ketua DPRD Nisel Effendi alias Seng Hiang.
Permohonan itu disampaikan terdakwa dalam sidang lanjutan yang digelar di ruang Cakra Utama gedung Pengadilan Tipikor Medan pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Kamis (8/10).
“Kita tidak tahu apa maksud dari isi permohonan ini. Anda meminta pembantaran, namun isi dari surat ini tidak dinyatakan anda diharusnya rawat nginap. Oleh karena itu, kita minta agar anda lebih jelas lagi menyampaikan permohonan tersebut. Harus ada keterangan dari Kepala Rutan Tj Gusta Medan, pihak dokter juga. Biar jelas apa alasan pembantaran,” ucap majelis yang diketuai Dr Berlian Napitupulu SH dihadapan para Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rehulina Purba, Ingan Malem dan Firman SH dari Kejatisu serta kuasa hukum terdakwa Amri SH.
Selain itu, majelis juga menolak permohonan untuk dilaksanakannya sidang lapangan di tempat peristiwa kejadian yakni di Kabupaten Nias Selatan. Majelis beralasan, pihaknya tidak membutuhkan itu dan ia menganjurkan kepada pihak terdakwa apabila pihaknya membutuhkan hal itu, terdakwa cukup menghadirkan saksi ahli.
“Sidang yang seharusnya beragendakan mendengar keterangan saksi yang dihadirkan JPU namun tidak hadir, maka majelis menunda sidang pada pekan depan,”terang majelis hakim.
Sementara itu, dalam dakwaan, JPU Firman SH, mendakwa terdakwa atas menyalahgunakan kewenangan jabatannya. Jaksa menjelaskan, Effendi diduga telah melakukan korupsi pada proyek pelaksanaan pekerjaan gedung Jamburae, lanjutan pembangunan rumah dinas dan kantor Bupati Nisel, serta pembebasan tanah tahun 2008-2010 dengan total kerugian negara Rp 989 juta lebih dari pagu anggaran Rp 4,4 miliar.
“Selisih tersebut merupakan nilai harga dari pekerjaan yang telah dikerjakan dan tidak sesuai dengan dokumen (RAB maupun EE) yang digunakan sebagai dasar untuk pelaksanaan pekerjaan,” ucap Firman SH.
JPU juga mengatakan, dalam pekerjaannya proyek tersebut, terdakwa dituding membuat rekayasa laporan mingguan dan mengajukan pencairan dana tahap I sebesar 40 persen dari nilai kontrak pada pembangunan Jamburae.
Atas perbuatannya, JPU menyatakan terdakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) junto Pasal 3 junto Pasal 18 UU NO 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU no 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi.(wol/lvz/data2)
Editor: SASTROY BANGUN
Discussion about this post