MEDAN, WOLÂ – Permasalahan yang terjadi antara H. Tumbal Prayitno (Kepling VIII), dan warga masyarakat sudah kembali harmonis. Hal tersebut dapat diselesaikan secara internal dan kekeluargaan, dipelopori oleh salah satu tokoh masyarakat lingkungan tersebut.
Berdasarkan keterangan yang didapat Waspada Online, Sabtu (19/9), ketegangan antara kepling dan warga diduga terpicu oleh ulah oknum yang tidak bertanggungjawab. Dengan dugaan ingin menjatuhkan nama baik Kepling VIII yang sudah menjabat selama 36 tahun di Kelurahan Pangkalan Masyhur, Kec. Medan Johor. Sehingga kepling dituduh melakukan pungli (pungutan liar) serta memperjual-belikan jatah beras miskin (Raskin). Padahal tuduhan tersebut tidaklah benar adanya, seperti pemberitaan yang sempat dimuat oleh salah satu media massa terbitan Medan.
Disebutkan, ketegangan yang terjadi diduga terpengaruhi oleh oknum yang diduga provokator, dengan memanfaatkan beberapa warga yang memang tidak mendapatkan bagian dari bantuan pemerintah di lingkungan VIII. Dari hasil pantauan awak media, ikut hadir pada acara pertemuan kepling dan warga, serta tokoh-tokoh masyarakat di lingkungan itu, Sabtu (19/9 ) bertempat di kediaman seorang warga, Jalan Karya Tani, Kelurahan Pangkalan Masyhur, Kec. Medan Johor.
Tumbal mengatakan kepada wartawan tentang permasalahan tersebut, bahwa apa yang disangkakan kepada dirinya tidaklah benar. Karena kepling sudah pernah melakukan pendataan warga dengan menyerahkan data-data tersebut kepada pihak BPS (Badan Pusat Statistik). “Mungkin bisa saja pihak BPS tidak melengkapi dan memasukan data akurat untuk keseluruhan warga lingkungan. Bukan saya pilih kasih untuk masyarakat lingkungan saya, semua sama bagi masyarakat yang memang berhak untuk mendapatkannya,” ujar Tumbal.
Tumbal juga mengaku sejak tanggal 1 Juni lalu, pihaknya sudah mendata ulang seluruh warga, sehingga mereka bisa mendapatkan hak serta bantuan tersebut.
Dikatakan lagi, dugaan jual beli raskin yang sempat dihembuskan oleh beberapa warga di lingkungannya, hal tersebut juga dibantah Tumbal. “Dulu memang pernah ada warga yang tidak mendapatkan raskin, mereka datang ingin membeli raskin, namun raskin tersebut tidak untuk diperjual-belikan. Bisa saja gara-gara hal tersebut, ada warga yang sakit hati dan tidak senang, sehingga ditebarkanlah isu-isu pada saya,” jelas Tumbal lagi.
Menurutnya, penyebab bantuan dari pemerintah tidak merata dikarenakan banyaknya warga pendatang yang berdomisili di lingkungannya, bukan sebagai warga masayarakat yang menetap. “Begitu juga tentang tuduhan dugaan pungli pembuatan KK yang dikatakan warga terhadap saya. Warga juga seharusnya melihat berdasarkan azas hukum praduga tidak bersalah, saya selaku kepling juga berhak untuk mengklarifikasi dan membuktikan hal tersebut. Karena hal ini juga menyangkut kredibilitas saya, selaku kepling kepada atasan saya (Lurah dan Camat),” akunya.
“Berdasarkan apa yang saya ketahui, seharusnya teman-teman saya, awak media yang lebih pintar dan paham tentang pemberitaan, lebih peka serta memahami tentang Kode Etik Jurnalistik, Bab II, disebutkan: “ Wartawan Indonesia dalam pemberitaan peristiwa yang diduga menyangkut pelanggaran hukum dan atau proses peradilan harus menghormati asas praduga tak bersalah, prinsip adil, jujur, dan penyajian yang berimbang “,” kata Tumbal.
“Alangkah bainya teman-teman media konfirmasi dahulu kepada saya. Coba tolong dipertanyakan lagi siapa-siapa sajakah warga yang telah menjadi korban dugaan pungli tersebut. Kalaulah memang ada warga lingkungan ini (VIII) yang tidak berkenan saya menjadi kepling, tolong dicarikan pengganti saya,“ ujar Tumbal.
Kepada beberapa awak media, Tumbal menjelaskanpermasalahan yang terjadi antara dirinya dan warga, sekarang sudah selesai. “Tidak perlu kita mengungkit hal yang hanya mengganggu ketentraman. Warga lingkungan VIII juga sudah membuat sebuah pernyataan tertulis, bahwa kekeliruan yang terjadi antara mereka sudah diselesaikan. Dan apabila dikemudian hari nanti, pernyataan tertulis yang sempat beredar dan ditanda tangan warga, dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, hal itu di luar tanggung jawab dari warga lingkungan VIII,” ujar seorang warga. (wol/data1)
Discussion about this post