JAKARTA, WOLÂ – Pertemuan Ketua DPR Setya Novanto dan Wakil Ketua DPR Fadli Zon dalam kampanye bakal calon presiden Amerika dari Partai Republik Donald Trump merupakan pelanggaran serius. Hal itu juga bisa dimaknai sebagai intervensi politik terhadap negara lain.
Demikian dikatakan Ketua DPP PPP Bidang Luar Negeri Usman M Tokan. Menurut dia, peristiwa memalukan tersebut menunjukkan kapasitas dua pimpinan DPR tak memenuhi standar. Bahkan, dua pentolan Koalisi Merah Putih (KMP) itu tak memahami tugas dan fungsi pokoknya sebagaimana diatur dalam UU Nomor 17/2014 tentang MD3.
“Terdapat pelanggaran seirius yang dilakukan Novanto dan Fadli Zon dalam kapasitasnya sebagai pimpinan DPR,” kata Usman M Tokan dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Minggu (6/9).
Dua pimpinan DPR itu menurut dia, melanggar Mukadimah UUD 1945 dan Pasal 3 UU No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri yang mengatur prinsip politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif. Menurut Doni, sapaan akrab Usman M Tokan, bebas dalam pengertian, Indonesia tidak memihak pada kekuatan-kekuatan yang pada dasarnya tidak sesuai dengan kepribadian bangsa sebagaimana dicerminkan dalam Pancasila.
“Trump, yang masih bakal kandidat capres sebuah partai dan selalu melemparkan pernyataan rasis, antikesederajatan dan antiperdamaian antar bangsa, yang bertentangan dengan UUD 1945, justru didatangi Pimpinan DPR,” tegas dia.
Di samping itu, lanjut dia, dua pimpinan DPR tersebut melanggar pasal 12 huruf b Tatib DPR RI, hal mana mewajibkan seluruh anggota DPR termasuk Pimpinan DPR menaati seluruh peraturan perundang-undangan. Doni menegaskan, Novanto dan Fadli melanggar sumpah jabatan Pimpinan DPR sebagaimana diatur dalam Pasal 29 ayat (2) Tatib DPR, hal mana mewajibkan Pimpinan DPR untuk berpegang teguh kepada Pancasila dan UUD 1945 dalam kepemimpinannya.
“Berdasarkan pasal 37 huruf b Tatib DPR, dua pimpinan DPR tersebut harus dibawa ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) untuk diparipurnakan pemberhentiannya atas dugaan pelanggaran sumpah jabatan,” tegasnya.
Dia juga menyindir, pimpinan DPR tersebut melengkapi kegagalan menjalankan tugas dalam bidang legislasi. Sebab, hingga 11 bulan di bawah kepemimpinan yang ada, DPR hanya mampu memproduksi sekitar 4 UU, meleset jauh dari target prolegnas 2015, yakni 37 UU.
“Belum lagi pernyataan pimpinan DPR yang belakangan ini memperkeruh situasi politik nasional, seperti pernyataan bloon, sinting, menyindir buruh maupun keinginan melanjutkan 7 proyek DPR,” urainya.
Doni juga menyoroti tidak adanya sensitivitas pimpinan DPR terhadap masyarakat. Di tengah perekonomian lagi memburuk, justru pimpinan DPR berkeras melanjutkan 7 proyek kompleks DPR dengan menghamburkan uang negara.
“PPP menilai saat ini merupakan momentum yang tepat melalukan pergantian pimpinan DPR melalui revisi UU MD3 dan Tatib DPR,” tandas dia. (metrotvnews/data1)
Discussion about this post