JAKARTA, WOL – Lambannya pertumbuhan ekonomi Indonesia dan anjloknya nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS yang terpuruk di level Rp14.000 per USD sangat mengkhawatirkan yang dipicu tekanan ekonomi global.
Menko Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, bahwa defisit kembar (twin deficit) yang menjadi penyebab ekonomi Indonesia rentan dari terpaan ekonomi global. Kondisi ekonomi Tanah Air rentan dari sisi keuangan dan permodalan dibanding negara lain. Kerentanan tersebut dirasakan masyarakat akhir-akhir ini.
“‎Karena, dia (Indonesia) kelihatannya semakin lama semakin tinggi kerentanannya. Sebagian tentu hasil dari pengaruh ekonomi global. Itu tidak diragukan. Tapi sebagian lagi sebenarnya persoalan kita sendiri†jelas Darmin, hari ini di Jakarta dalam Seminar Nasional bertema “Perekonomian Indonesia dari Masa ke Masa: Tantangan, Strategi dan Pembelajaran Bangsa.
Selama ini, menurut Darmin, Indonesia selalu mengalami twin deficit yaitu defisit dari transaksi berjalan dan defisit dalam tabungan (saving) dan investasi. Bahkan, sejak beberapa puluh tahun lalu ekonomi Indonesia tidak pernah absen dari yang namanya defisit transaksi berjalan, walaupun tidak besar.
Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro dalam kesempatan yang sama menyebutkan, pemerintah perlu segera melakukan antisipasi jika perekonomian mulai menunjukkan penurunan.
Menurut Menkeu, di sinilah pentingnya suatu negara mengambil pelajaran dari sejarah terdahulu.
“Kenapa sejarah ekonomi menjadi penting, karena ternyata mungkin kita sering terlambat mengantisipasi cycle tersebut yang sedang turun,†jelas Menkeu.
Jika terlambat diantisipasi, bukan tidak mungkin negara tersebut akan terjebak dalam kesulitan perekonomian. “Sehingga kita akhirnya kena jebakan, paling tidak ada suatu masa dimana kita seolah-olah mengalami kesulitan di dalam kondisi ekonomi itu sendiri,†jelasnya.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) di hari yang sama meminta masukan dari sejumlah ekonom ternama di Tanah Air terkait kondisi pelemahan nilai mata uang rupiah dalam beberapa waktu terakhir di antaranya Djusman Simanjuntak, Tony Prasetiantono, Prasetiantoko, Anton Gunawan, Hendri Saparini, dan Poltak Hotradero, Yopie Hidayat, Imam Sugema, Arif Budimanta, Yanuar Rizky, Yose Rizal, dan Destry Damayanti.
Ekonom Hendri Saparini setelah pertemuan dengan Presiden mengatakan, ia menyampaikan kepada Presiden bahwa harus ada kebersamaan di dalam menyelesaikan dalam kondisi sekarang ini.
“Jadi kita bukan dalam kondisi yang sangat buruk sekarang ini semestinya, karena kita masih mampu tumbuh dan potensi dalam negeri. Hanya bagaimana menyelesaikan ini secara bersamaan, tidak bisa parsial,” tuturnya.
Namun, menurut dia Presiden merasa belum perlu untuk melakukan hal itu dan lebih memilih untuk mengoptimalkan potensi dalam negeri.
Ekonom Arif Budimanta menegaskan, soal rencana paket kebijakan yang akan dikeluarkan untuk menghadapi kondisi ekonomi yang terjadi.
“Kita bicara secara umum tidak secara sektoral tetapi yang kita diskusikan bagaimana agar paket kebijakan memperhatikan bauran dari kebijakan moneter, fiskal dan sektor riil,” ucapnya.
Di sisi lain ekonom Prasentiantoko mengatakan paket deregulasi sedang disiapkan pemerintah dan akan dikeluarkan dalam pekan ini.
“Dalam jangka pendek, kepercayaan asing ini tidak tergerus lebih dalam lagi sehingga likuditasnya pemerintah ini berada dalam situasi yang baik dan usaha-usaha untuk menambah itu diindentifikasi dengan cukup detail,” tukasnya.(hls/data2)
Discussion about this post