JAKARTA, WOL – Deputi III bidang Pengelolaan Isu Strategis Kantor Staf Presiden, Purbaya Yudhi Sadewa, menilai ekonomi Indonesia saat ini belum mencapai kritis.
Dia mengatakan, ekonomi Indonesia saat ini hanya mengalami perlambatan akibat siklus ekonomi yang biasa terjadi di setiap negara. Jika dibandingkan dengan 1998, Purbaya menilai kondisi ekonomi saat ini tidak akan mengarah ke sana, kecuali pemerintah tidak cepat mengatasi masalah ini.
Purbaya menambahkan, Presiden Joko Widodo saat ini sudah menyiapkan paket-paket kebijakan untuk segera menghentikan karut marut ekonomi Indonesia agar tidak berlangsung lebih lama. Salah satunya membuat kebijakan fiskal.
“Presiden dan jajaran pemerintahan diharapkan bisa segera menjalankan paket-paket kebijakan yang ditawarkan untuk mengembalikan perekonomian Indonesia seperti semula demi menyejahterakan ratusan juta rakyat Indonesia,” ungkap Purbaya, dalam sebuah diskusi, di Jakarta, Sabtu (29/8).
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Indef Enny Sri Hartati dalam diskusi bertajuk “paket mujarab anti lesu” yang membahas lemahnya perekonomian Indonesia berpendapat kondisi perekonomian Indonesia saat ini berbeda dengan di 1998.
Enny menilai, pada 1998, Indonesia masih memiliki dua penyelamat ekonomi, yakni harga komoditas yang tinggi dan juga UMKM, yang meski pada saat itu tidak mendapat banyak akses pembiayaan dari pemerintah, namun daya beli masyarakat terhadap UMKM masih ada.
“Jika dibandingkan saat ini, harga komoditas hancur dan sektor UMKM mengalami ketergantungan terhadap bahan impor, sehingga membuat UMKM terkapar bahkan sebelum harga dolar menembus angka Rp14 ribu per USD,” tutur Enny.
Sebelumnya dikabarkan, Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo tidak menampik kondisi ini jauh dari perkiraan. Bahkan dia tidak segan menyebut pelemahan Rupiah sudah terlalu dalam.
“Kalau sekarang nilai tukar kita sudah Rp 14.000 itu sudah over shoot, ini sudah terlalu dalam, ini under value. Kalau kita katakan under value itu Gubernur Bank Sentral itu sangat hati-hati dalam memilih kalimat,” tutur Gubernur BI Agus Marto saat bertemu Pimpinan DPR di Komplek DPR, Senayan, Jakarta, belum lama ini.
Dengan kondisi Rupiah sudah over value terhadap USD, Agus meminta masyarakat atau pengusaha, khususnya eksportir, melepas dolarnya. Langkah ini diyakini bakal efektif mendongkrak nilai rupiah.
“Kalau kita sudah mengatakan kalau rupiah itu under value itu warga negara Indonesia khususnya eksportir-eksportir itu harus lepas dolar. Kalau tidak, kasihan. Untuk apa lagi ditahan dolar itu, karena ini sudah under valued,” tegas Agus.
Dia meyakini, jika eksportir melepas dolarnya, perekonomian Indonesia akan terbantu. Mantan menteri keuangan era SBY ini melihat, keterpurukan rupiah tidak serta merta menggambarkan buruknya fundamental ekonomi nasional. Sebab, kata dia, pada kenyataannya fundamental ekonomi Indonesia masih jauh lebih baik dibanding negara lain.
“Walaupun pertumbuhan ekonomi kita 4,7 persen, itu tidak jelek. Masih banyak negara-negara di Asia Tenggara yang ekonominya tumbuh di bawah 3 persen dan di 2016 pertumbuhan ekonomi dunia itu 3,8 persen. Itu lebih bagus daripada 2015 yang 3,3 persen ini harapan kita,” ucapnya.(metrotvnews/merdeka/ags/data1)
Discussion about this post