MEDAN, WOL – Danau Toba adalah sebuah danau vulkanik dengan ukuran panjang 100 kilometer dan lebar 30 kilometer yang terletak di Provinsi Sumatera Utara Indonesia.
Danau ini merupakan danau terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara. Di tengah danau ini terdapat sebuah pulau vulkanik bernama Pulau Samosir.
Danau Toba sejak lama menjadi daerah tujuan wisata penting di Sumatera Utara dan menarik menarik wisatawan domestik maupun mancanegara.
Namun dalam perjalanan waktua Danau Toba dan kawasan sudah mebhgakami kerusakan. Salah satunya kebijakan Pemkab Samosir yang menerbitkan surat keputusan (SK) Bupati Samosir No. 89 tanggal 1 Mei 2012 tentang Pemberian Izin Lokasi Usaha Perkebunan Hortikultura dan Peternakan seluas 800 hektare di Hutan Tele di Desa Partungkot Nagijang dan Hariara Pintu, Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara kepada sebuah perusahaan swasta.
Kemudian dilanjutkan dengan Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) yang diberikan oleh Kepala Dinas Provinsi Sumatera Utara melalui SK Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Samosir Nomor 005 Tahun 2013.
Mengutip keterangan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia Kota Medan dalam aksi di Medan, Jumat (3/7), saat ini sejumlah perusahaan swasta aansional berusaha di Danau Toba dan kawasan sekitar antara lain , PT Aquafarm, PT Allegrindo, PT Dairi Prima Mineral (PT DPM), PT Gorba Duma Sari (PT GDS) dan PT Merek Indah Lestari (MIL).
Menurut Wakil Ketua GMKI Kota Medan Lundu Sinurat, cukup banyak aktivitas perusahaan di sekitar Danau Toba yang merusak ekosistem kawasan strategis nasional tersebut.
Salah satu perusahaan tersebut adalah PT Toba Pulp Lestari (TPL) yang bergerak dalam produksi bubur kertas (pulp) yang berlokasi di Kabupaten Toba Samosir di antara perusahaan lainnnya.
Perusahaan pabrik bubur kertas tersebut misalnya bukan hanya merusak lingkungan kawasan Danau Toba tetapi termasuk Danau Toba sendiri serta masyarakat lingkungan Danau Toba.
Untuk itu, GMKI mendesak DPRD Sumut untuk membentuk Panitia Khusus Danau Toba untuk mengusut kerusakan kawasan strategis nasional itu.
Pembentukan panitia khusus (pansus) tersebut dibutuhkan untuk mengusut pencemaran Danau Toba karena banyaknya aktivitas perusahaan di sekitar Danau Toba yang merusak ekosistem kawasan strategis nasional tersebut.
Anggota Komisi A DPRD Sumut Sutrisno Pangaribuan yang menerima pengunjuk rasa mengatakan, usulan pembentukan Pansus Danau Toba telah disampaikan dalam rapat paripurna DPRD Sumut.
Meski pembentukan pansus tersebut merupakan rekomendasi Komisi A dan Komisi D DPRD Sumut, tetapi pembentukannya masih terkendala karena masih ada perbedaan pendapat.
Dalam upaya melestarikan lingkungan kawasan Danau Toba termasuk mengatasi pendangkalan air Danau Toba pemerintah melakukan gerakans ejuta pohon.
Namun, gerakan penanaman sejuta pohon yang digerakkan pemerintah Provinsi Sumatera Utara pun dikatakan tidak efektif karena banyak pohon yang mati karena tidak dirawat. (wol/detonga)
Discussion about this post