MEDAN, WOL – Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di sekolah negeri di Sumatera Utara yang tidak sesuai aturan mengakibatkan banyak sekolah swasta tutup. Jika hal ini terus dibiarkan, dikhawatirkan sekolah swasta di Sumut akan habis.
Ketua Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Sumut Suparno mengatakan, kedatangan BMPS ke Ombudsman untuk menyampaikan sejumlah permasalahan yang dihadapi sekolah swasta saat ini. Terutama masalah PPDB yang dilakukan sekolah negeri di Sumut yang tidak sesuai Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
“Dalam Undang-Undang Pendidikan Nasional, semua sekolah itu sama, baik negeri maupun swasta, jadi seharusnya kita diperlakukan sama. Tapi yang terjadi sekarang ini, penerimaan siswa di sekolah negeri tanpa batas, mereka bisa menambah ruang kelas. Kalau ini terus dibiarkan, bisa mati sekolah swasta,†katanya, Kamis (18/6).
Ia menambahkan, dalam Permendiknas sudah jelas diatur bahwa dalam satu rombongan belajar (rombel) atau satu kelas, diisi 32 orang hingga 36 orang. Namun sekolah negeri saat ini menampung sampai 50-an orang.
Suparno menuturkan, akibat PPDB yang melebihi daya tampung sekolah tersebut, sekolah swasta dirugikan karena peminatnya semakin sedikit. Terjadi penurunan jumlah murid 40 hingga 50 persen di sekolah swasta. Bahkan, sejumlah sekolah swasta di kabupaten kota banyak yang tutup sejak dua tahun lalu. Berdasarkan laporan yang diterima BMPS dari anggotanya, di Kabupaten Langkat ada dua sekolah tutup, salah satunya Yayasan PAB.
Bahkan, salah satu sekolah terpaksa dijual pemiliknya karena sudah tidak ada lagi muridnya. Di Pakpak Bharat, semula ada 7 sekolah yang merupakan anggota BMPS, saat ini sudah tutup semua. Begitu pula di Tanjung Balai dan Labuhan Batu Utara, rata-rata pemilik sekolah swasta sudah gulung tikar. Akibat dari penerimaan siswa yang tidak benar tersebut, banyak sekolah swasta di Medan hanya mempertahankan murid yang tersisa.
Seperti sekolah PAUD di Sei Sikambing muridnya tinggal 5 orang, dan masih banyak lagi sekolah yang jumlah muridnya dibawah 20 orang. Bahkan, menurut Suparno, sekolah Imanuel yang cukup dikenal mengalami penurunan jumlah siswa hingga 50 persen. Menurut Suparno, jika hal ini terus dibiarkan, akan banyak sekolah swasta gulung tikar.
“Kalau satu kelas cuma 5 orang muridnya, mau digaji pakai apa gurunya. Kalau 30 murid saja, hanya pas untuk biaya operasional. Kalau ini terus dibiarkan Pak, tahun depan kami siap-siap jadi pengangguran,†katanya.
Ketua BMPS Binjai Dasril Suar menambahkan, di Binjai, SK Wali Kota tidak berlaku. Sebab sekolah-sekolah negeri di kota tersebut tidak mengindahkan SK tersebut.
“SK Walikota menyebutkan satu kelas itu terdiri dari 32-36 siswa, tapi kenyataannya sekolah negeri menerima 50-an siswa dalam satu kelas. Bisa dicek kalau tidak percaya,†ujarnya.
Menurut Dasril, modus sekolah negeri menggelembungkan jumlah siswa pada saat kegiatan belajar mengajar sudah dimulai. “Ada siswa yang sudah dua bulan bisa pindah, padahal awalnya di sekolah di swasta. Banyak seperti ini,†imbuhnya.
Menurut Dasril, penerimaan siswa yang melebihi kapasitas tersebut, adsa kaitannya dengan dana BOS yang diberikan pemerintah. Sekolah negeri berlomba-lomba memperbanyak jumlah murid demi mendapatkan dana BOS yang lebih besar.
Penerimaan murid melebihi kapasitas ini menurut Dasril, juga merugikan siswa karena berdampak pada turunnya kualitas pendidikan kita. Karena keterbatasan ruang kelas, sekolah negeri terpaksa membagi jam belajar siswa dalam dua shift, yakni pagi dan siang. Bahkan, terjadi korupsi waktu di sini, karena siswa yang masuk siang, seharusnya pulang pukul 7 malam, tetapi kenyataannya pulang pukul 5 sore.
Oleh karena itu, BMPS meminta dinas pendidikan di kabupaten/kota melaksanakan Permendiknas tersebut, yaitu menerima murid sesuai daya tampung. “Sekolah swasta lebih tua dari negara ini. Bahkan pendiri negeri ini dilahirkan dari sekolah swasta. Sekarang kami merasa habis manis sepah dibuang,†ujar Dasril yang sudah 43 tahun mengajar.
Sementara Kepala Perwakilan Ombudsman Sumut Abyadi Siregar mengatakan, pihaknya sudah menemukan pelanggaran Permendiknas tersebut pada PPDB tahun 2014. Bahkan, Ombudsman sudah menyerahkan langsung temuan-temuan itu kepada Walikota Medan untuk dilanjutkan ke Inspektorat agar diselidiki kebenarannya.
Abyadi menuturkan, temuan-temuan Ombudsman tersebut diantaranya, sekolah menerima siswa 100 persen melebihi kuota, bahkan, ada yang membuat kelas fiktif. Karena itu, Ombudsman saat ini sedang merancang formula untuk melakukan controling agar dalam PPDB semua sekolah, khususnya sekolah negeri mematuhi Permendiknas 41.
“Kita akan upayakan mempertemukan BMPS dengan Dinas Pendidikan Medan, yang terdekat, bagaimana mencari solusi permasalahan ini,†kata Abyadi.
Bahkan, Abyadi menambahkan, Ombudsman akan meminta kepada Dinas Pendidikan kabupaten kota agar mencopot kepala sekolah yang melanggar Permendiknas tersebut.
Selain itu, Ombudsman juga meminta peran serta masyarakat untuk memantau penyelenggaraan pendidikan di Sumatera Utara, dengan melaporkan adanya kecurangan yang ditemukan di sekolah-sekolah ke Kantor Ombudsman RI Perwakilan Sumut, Jalan Majapahit No 2 Medan.
“Kita minta juga kepada BMPS dan masyarakat untuk melaporkan kalau ada sekolah negeri yang melanggar Permendiknas itu. Kita mengimbau sekolah negeri, jangan untuk mendapatkan keuntungan dari bantuan-bantuan, lalu ‘membunuh’ sekolah swasta. Tetapi kepada sekolah swasta juga, kita minta agar meningkatkan kualitasnya agar dilirik siswa,†tandas Abyadi. (wol/data2)
Penulis: CAESSARIA INDRA DIPUTRI
Editor: SASTROY BANGUN
Discussion about this post